Hari itu, Kamis 7 November 2013 pukul 12.45 WIB aku mendengar keluhan dari mas Herman, orang yang selama ini menjadi orang sepesial dalam hidupku. Keluhan itu berlanjut sampai larut malam, aku bingung harus berbuat apa. Pagi hari 8 November 2013 keputusan pulang ke kampung adalah pilihan pertama.
Aku tidak tahu harus bagaimana agar cepat sampai di rumah, aku kemudi sendiri sepeda motorku dengan kecepatan tinggi. Tepat pukul 13.30 aku sampai di rumah. Hanya btuh waktu 30 menit aku beristirahat di rumah karena tepat pukul 14.00 aku sudah sampai di rumah Herman.
Asalamualaikum, salam terucap dari mulutku dengan suara bergetar yang langsung disambut oleh semua orang yang ada di dalam warung nasi milik ibu Herman. Banyak pertanyaan yang harus ku jawab atas rasa heran yang hadir di benak mereka saat melihat aku yang datang mengenakan celana jeans yang sebelumnya mereka tak pernah melihat aku mengenakannya sambil bersalaman dengan mereka, Nenek, kakak ipar, dan adik herman beserta pembantu dan teman-teman adiknya . Satu pertanyaan yang masih ku ingat "Kapan pulang, libur ya?", aku tersenyum "Jam 2 sampai di rumah, iya libur sendiri Mbk", jawabku pada kakak ipar Herman yang seraya menyuruhku masuk ke dalam rumah, adik herman beranjak dari duduknya, ku sambut uluran tanganya lalu mengantar aku ke dalam rumah.
Aku bingung, bagaikan tersambar petir di siang bolong saat aku melihat orang yang aku kasihi terbaring dengan kondisi lemah tak memiliki kekuatan tuk menyambut kehadiranku. Tidak seperti biasanya. Ingin aku menghilangkan aturan agama agar aku
bisa memeluknya, alhamdulillah aku tidak melakukanya. Susan, pembantu
di rumah Herman mengantar segelas teh manis dan sebungkus sate ayam
untuk Herman yang terbaring di hadapanku.
Kepergian Susan disusul oleh kehadiran ibu herman yang ku sambut
dengan kecupan hangat di punggung tanganya. Beliau meyuruh Herman makan,
namun Herman menolaknya dengan alasan tak sanggup lagi menahan sakit
saat harus memuntahkan kembali apa yang telah ia makan. Ku sunggingkan
senyuman dengan melebarkan bibirku karena berhasil memaksa dan menyuapi
Herman makan, senyumku berganti menjadi rasa khawatir ketika mataku
harus melihatny muntah, jaga dan lindungi dia untukku ya Allah, harapku
dalam lirih.
Ternyata tidak hanya aku yang menjenguknya, ada beberapa teman
Herman yang datang dan menyuruhku untuk membuat minuman kunyit dicampur
asam. Tidak lama datang ibu herman membawa seangkir kecil minuman kunyit
asam dan semangkok bubur kacang hijau. Aku terus berusaha agar Herman
mau meminum air kunyit asam dan memakan bubur kacang hijau tersebut.
Aku melihat adik Herman dan teman-temanya menghiasi serambi depan
rumahny, hatiku bertanya mau ada acara apa ya?. Perlahan aku
mendekatinya, ternyata ibu Herman juga bersama mereka. "Mau seneng malah
gak jadi nduk, adeknya mau ulangtahun malah Herman sakit," aku
tersenyum, "Sabar Ma," usahaku menenangkan. Tidak sengaja ku lihat arloji di tanganku. Pukul 16.46, waktu yang menunjukkan senja akan menjemput malam. Aku pamit pulang. Sampai di rumah, letih, capek dan lapar aku
rasakan. Ku buka sebungkus roti sepesial untuk mengisi perutku yang
kosong. Lahap, hilanglah lapar, tersisa letih dan capek di tubuhku.
Ba'da Magrib, ku baringkan tubuhku di tempat tidur, ku raih
hanpone di atas bantal, ku baca dan ku balas sms dari Nuning, teman
tidurku di kos, " Tik, ada hal yang sangat memalukan," balasku "Apa
Ning?", tak ku dapatkan balasan. Tergambar kesalahan pada tugas mata
kuliah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.Tak lama Herman
menelfonku, mungkin saat itu aku memahammi dan mengerti kalau tak
mungkin Ia bernostalgia denganku melalui layang suara sebab Ia tak bisa
berbicara saat itu.
Air turun dari sudut mataku yang gelap, aku menanangis
seolah-olah aku merasakan apa yang ia rasakan. Tuhan menemani tangisku
dengan menurunkan hujan sebagai rahmat-Nya malam ini. Lihat apa yang
terjadi dengan semua rencanaku, hancur sudah berantakan, aku tertidur
dan melupakan niat menemani herman malam itu.
Pagi, 9 November 2013 ku buka mata dengan tubuh yang lumayan bugar.
Ku pakai jilbab sarung, ku kerjakan apa yang bisa ku kerjakan. Pagi itu
berakhir dengan membuat keripik sukun.
Tepat pukul 14.30, aku pergi menghadiri acara ulangtahun calon
adik iparku. Sampai di sana, aku bertemu nenek, ibu dari ayahku. Nenek
mengajakku masuk ke rumah Herman, tepat saat itu juga ada jarkep to kuda
lumping.
Sebelum aku sampai di rumah Herman, kak Eti tetangga Herman
menyuruhku masuk ke dalam rumahnya. Ternyata ada Herman, aku mengajak
nenek, nenek menemani Herman barang sejenak sebelum pergi ke rumah
besanya. Ku kira nenek masih menemani herman ternyata sudah di muka
orang yang sedang main jarkep.
Usai pertunjukan jarkep, aku melakukan apa yang bisa kulakukan di
rumah Herman. Tepat azan magrib aku baru pulang. Malam minggu ba'da isa,
untuk yang pertama aku izin pergi ke rumah Herman pada malam minggu.
Aku sampai di rumah Herman, aku menemaninya. Herman hanya
terbaring di sampingku, dia belum makan aku tahu itu. Ku beli sebungkus
sate ayam dengan 8 tusuk sate, aku menyuapinya dan sekali-sekali ikut
serta makan bersamanya.
Aku menangis saat teringat harus berangkat ke Pekanbaru besok pagi.
Kak Eti memergoki aku yang sedang menangis, ia tersenyum. Aku terkejut,
Herman lari ke kamar mandi karena hendak muntah, aku berlari mengejarnya, Astaghfirullah... ingin aku ikut merasakan sakit yang ia rasakan.
Tepat pukul 23.00, aku bingung harus bagaimana pulang atau tetap di sini bersama Herman. Herman menyuruhku tidur di sampingnya naun aku tetap bersikukuh untuk tidak tidur, akhirnya aku pamit pulang pada keluarga Herman. Sesampainya di rumah, mama bertanya "Malem bnget pulangnya De?" aku memasang muka melas di hadapan mama "Herman belum sembuh Ma, aku gak tega mau ninggalin tapi gak enak ama tetangga. Aku kan belum halal buat dia," jawabku, mama kembali ke dalam kamar "Sabar, namanya orang hidup, adakalanya sehat ada juga sakit bahkan mati," gumam mama menyabarkan aku sembari menutup pintu kamarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar