Tinkerbell INFORMASI DARIKU: Alih Kode dan Campur Kode
SEMOGA BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA AAMIIN

Selasa, 25 Maret 2014

Alih Kode dan Campur Kode


BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Dalam berinteraksi dengan sesamanya, manusia tidak dapat dipisahkan dari bahasa, bahasa memegang berperanan penting sebagai sarana komunikasi. Dalam proses komunikasi tersebut sangat mungkin para penutur memakai bahasa yang lebih dari satu, misalnya, seseorang yang berkebangsaan Indonesia ketika berbicara dengan turis asing menggunakan bahasa Inggris tetapi ketika ada temannya sesama orang Indonesia dia berganti menggunakan bahasa Indonesia. Kondisi seperti ini biasanya terjadi pada masyarakat bilingual atau multilingual, kontak yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang bilingual atau multilingual seperti dalam masyarakat Indonesia tersebut mengakibatkan timbulnya fenomena bahasa, yaitu alih kode dan campur kode.
Alih kode dan campur kode jika dikaji lebih mendalam dapat kita ketahui bahwa alih kode dan campur kode merupakan salah satu kajian dari sosiolinguistik. Alih kode adalah gejala peralihan bahasa karena berubahnya situasi, sedangkan campur kode adalah suatu keadaan berbahasa dimana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam peristiwa tutur. Masalah yang perlu dipecahkan dalam hal ini adalah sulitnya membedakan antara alih kode dengan campur kode dalam masyarakat tutur.

1.2.Rumusan Masalah
  1. Apa yang Dimaksud Dengan Alih Kode?
  2. Apa yang Dimaksud Dengan Campur Kode?
  3. Apa Perbedaan Antara Alik Kode Dengan Campur Kode?

1.3.Tujuan Penulisan Makalah
  1. Untuk Mengetahui Apa yang Dimaksud Dengan Alih Kode.
  2. Untuk Mengetahui Apa yang Dimaksud Dengan Campur Kode.
  3. Untuk Mengetahui Perbedaan Antara Alih Kode Dengan Campur Kode.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Alih Kode
Appel (1976:79) mendevinisikan alih kode itu sebagai “ Gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi”. Berbeda dengan Appel yang mengatakan alih kode itu terjadi antar bahasa, maka Hymes (1875: 103) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. lengkapnya Hymes mengatakan “ code switching has become a common term for alternate us for two or more language, varietities of language, or even speech styles”.
Ada beberapa penyebab terjadinya alih kode, maka harus kembali pada pokok persoalan sosiolinguistik seperti yang dikemukakan Fishman (1976:15), yaitu “saiapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan an dengan tujuan apa”. Dalam berbagai kepustakaan linguistik secara umum penyebab alih kode itu disebutkan antara lain adalah:
  1. Pembicara atau Penutur
Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakanya. Alih kode untuk memperoleh keuntungan ini biasanya dilakukan oleh penutur yang dalam peristiwa tutur itu mengharapkan bantuan lawan tuturnya.
  1. Pendengar atau Lawan Bicara
Lawan bicara atau lawan tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si lawan tutur. Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang atau agak kurang karena memang mungkin bukan bahasa pertamanaya. Kalau si lawan tutur itu berlatar belakang bahasa yang sama dengan penutur, maka alih kode yang terjadi hanya berupa peralihan varian (baik regional maupun sosial), ragam, gaya, atau register.
  1. Perubahan Situasi dengan Hadirnya Orang Ke Tiga
Status orang ke tiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau variasi yang harus digunakan. Contoh, Beberapa orang mahasiswa sedang duduk-duduk di muka ruang kuliah sambil bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa santai. Tiba-tiba datang seorang dosen wanita dan turut berbicara, maka kini para mahasiswa itu beralih kode dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam formal. Mengapa mereka tidak terus menggunakan ragam santai?, Sebab kehadiran orang ke tiga yang bersetatus dosen mengharuskan mereka untuk menggunakan ragam formal. Kecuali kalau dosen ini memulai dengan ragam santai.
  1. Perubahan dari Formal ke Informal atau Sebaliknya
Perubahan situasi bicara dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Pada ilustrasi di atas, sebelum perkuliahan dimulai situasinya tidak formal, tetapi begitu kuliah dimulai situasi menjadi formal, maka terjadi alih kode. Tadinya digunakan bahasa Indonesia ragam santai lalu berubah menjadi ragam formal.
  1. Berubahnya Topik Pembicaraan
Berubahnya topik pembicaraan dapat juga menyebabkan terjadinya alih kode. Contoh percakapan di bawah ini akan sedikit membantu pemahaman tentang alih kode yang terjadi karena berubahnya topik pembicaraan.
Buk Inem        : Selamat pagi buk Ijah?
                            Menurut ibu mau ada acara apa di rumah Anita?
Buk Ijah          : Pagi, eh buk Inem, acara mendoa untuk almarhum ayah angkat Anita Buk.
Buk Inem          : Oh ayah angkat Anita, sing jare wong kampung ninggal gara-gara digebuk wong sak       RT pas konangan maling honda ya Buk? ( oh ayah angkat Anita, yang kata orang sekampung meninggal karena di pukulin orang satu Rt waktu mencuri sepeda motor ya Bu?)
Buk Ijah          : Eh iya Buk, lah deneng sampean ngerti Buk?(oh iya Buk, ko tau Buk?)
Buk Inem        : Siapa sih Buk sing ora ngerti. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosa beliau  ya Buk.
Buk Ijah          : Aamiin.., mudah-mudahan saja Buk, Allah maha pengampun.
Pada contoh percakapan di atas, dapat dilihat bahwa ketika topiknya tentang mendoa maka percakapan itu berlangsung dalam bahasa Indonesia, tetapi ketika membicarakan pribadi orang yang didoakan terjadi alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa.
Soewito membedakan adanya dua macamalihh kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri dengan bahasa Asing.

2.2. Campur Kode
Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kedua peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual ini memiliki kesamaan yang besar, sehingga seringkali sukar dibedakan. Sesuai dengan pendapat Hill dan Hill (1980: 122) dalam penelitian mereka mengenai masyarakat bilingual bahasa Sepanyol dan Nahuali di kelompok Indian Meksiko, mengatakan bahwa tidak ada harapan untuk dapat membedakan antara alih kode dan campur kode.
Kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode adalah digunakanya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu  masyarakat tutur. Perbedaanya yaitu, dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa  yang digunakan masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja dilakukan dengan sebab-sebab tertentu. Sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomianya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat  dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.
Seorang penutur misalnya, dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya, akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan (kalau bahasa daerahnya adalah bahasa Jawa) atau bahasa Indonesianya yang kesunda-sundaan (kalau bahasa daerahnya aalah bahasa Sunda). Thelender (1976:103) mencoba menjelaskan perbedan alih kode dan campur kode, katanya bila di dalam satu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode, tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur kalusa-klausa atau frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase sampuran, dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode bukan alih kode.
Faslod (1984) menwarkan kriteria gramatika untuk membedakan campur kode dari alih kode. Kalu seseorang menggunakan satu kata atau frase dari satu bahasa, dia telah melakukan campur kode. Tetapi apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika satu bahasa, dan klausa berikutnya disusun menurut struktur gramatika bahasa lain maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode.
Tawaran Faslod (1984) yang sejalan dengan pendapat Thelander (1976) tampaknya memang  merupakan jalan terbaik sampai saat ini untuk membicarakan alih kode dan campur kode. Antara keduanya sukar di cari apa perbedaanya yang pasti, kalau kita bersi keras berpegang pada konsep alih kode dan campur kode seperti yang telah dikemukakan di atas.

BAB 3 PENUTUP
3.1.Simpulan
  1. Alih kode atau adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur. Misalnya, penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa Inggris.
  2. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa dalam masyarakat multilingual.
  3. Dalam alih kode masing-masing bahasa cenderung masih mendukung fungsi masing-masing dan  masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.
  4. Alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan  peran dan situasi.
  5. Campur kode adalah suatu keadaan berbahasa dimana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak tutur.
  6. Dalam campur kode penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu.
  7. Campur kode merupakan penggunaan dua bahasa dalam satu kalimat atau tindak tutur secara sadar.
3.2.       Saran
Kami selaku penyusun makalah ini menyarankan kepada pembaca agar memahami apa yang dimaksud dengan alih kode dan campur kode, karena alih kode merupakan salah satu ketergantungan  bahasa dalam masyarakat multilingual seperti masyarakat di negara kita. Sedangkan jika kita memahami campur kode maka kita tidak akan melakukan penggunaan bahasa kita dengan bahasa negara lain. selain memahami alih kode dan campur kode kami juga menyarankan kepada pembaca agar memahami perbedaan antara alih kode dan campur kode sebab perbedaan antara keduanya sulit untuk diketahui kecuali jika kita benar-benar memahami konsep mengenai alih kode dan campur kode. 

Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT  Rineka Cipta
Ibrahim, Abdul Syukur dan Suparno . 2003. “Sosiolinguistik”. Jakarta: Universitas Terbuka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar