BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam berkomunikasi terdapat suatu
proses yang harus dilakukan oleh individu yakni proses memroduksi ujaran. Dalam
berkomunikasi seorang individu membutuhkan mental, proses mental ini menyangkut
beberapa aspek. Aspek pertama berkaitan dengan asumsi individu tentang
pengetahuan interlokutor dan aspek ke dua adalah prinsip kooperatif.
Banyak langkah-langkah yang harus
dilalui dalam memroduksi ujaran. Langkah-langkah tersebut di antaranya bisa
berupa cara memroduksi konstituen, kalimat dan wacana. Dengan adanya
langkah-langkah yang harus dilalui dalam memroduksi ujaran maka kami
menyimpulkan bahwa masalah dalam proses memroduksi ujaran harus dibahas secara
detail dan terinci.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah Langkah Umum
Dalam Memroduksi Ujaran?
2. Apa Saja Rincian
Produksi Ujaran?
3. Apakah Hubungan
Antara Komprehensi-Produksi?
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk Mengetahui Langkah Umum Dalam
Memroduksi Ujaran.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Rincian
Produksi Ujaran.
3. Untuk Mengetahui Hubungan Antara
Komprehensi-Produksi.
BAB 2 PEMBAHASAN
Dalam berkomunikasi,
penutur asli memerlukan mental yang rinci dari tingkat wacana sampai pada
pelaksanaan artikulasinya. Proses mental ini menyangkut beberapa aspek. Aspek
pertama berkaitan dengan asumsi tentang pengetahuan interlokutor (orang yang
diajak bicara), suatu kalimat tidak akan mempunyai makna apa-apa bagi pendengar
bila semua informasi yang ada di dalamnya adalah informasi baru.
Aspek ke dua adalah
prinsip kooperatif. Penutur harus memberikan informasi yang pas, jelas, benar,
tidak ambigu, dan sebagainya. di samping itu, penutur juga harus memerhatikan
aspek pragmatik ujaranya, contohnya bahasa penutur etnik Jawa, kalimat “ Ibu
arep tindak endi?” bermakna lebih benar dan lebih diterima bila diucapkan oleh anak
kepada ibu. Namun, kalimat “Ibu arep lungo nang endi?” akan bermakna tidak
benar dan tidak dapat diterima bila diucapkan oleh anak kepada ibu.
2.1. Langkah Umum Dalam Memroduksi Ujaran
Proses dalam ujaran dibagi menjadi empat tingkat,
yaitu:
- Tingkat pesan, di mana pesan yang akan disampaikan diproses
Pada tingkat pesan,
penutur mengumpulkan nosi-nosi dari makna yang ingin disampaikan. Contohnya
pada kalimat Tutik sedang menyuapi
anaknya. Nosi-nosi yang ada pada benak penutur adalah :
a) Adanya
seseorang
b) Orang
tersebut wanita
c) Dia
sudah menikah
d) Dia
mempunyai anak
e) Dia
sedang melakukan suatu perbuatan
f) Perbuatan
itu adalah memberi makan pada anaknya.
- Tingkat fungsional, di mana bentuk leksikal dipilih lalu diberi peran dan fungsi sintaktik,
Pada tingkat
fungsional, yang diproses ada dua hal. Pertama memilih bentuk leksikal yang
sesuai dengan pesan yang akan disampaikan dan informasi gramatikal untuk
masing-masing bentuk leksikal tersebut. Pada kalimat Tutik sedang menyuapi anaknya. kata Tutik merupakan nama perempuan yang dikenal yang digunakan sebagai
pelaku perbuatan, perbuatan yang dilakukan menggunakan verba suap, anaknya merupakan resipien.
Proses kedua adalah
memberikan fungsi pada kata-kata yang telah dipilih tersebut. proses ini
menyangkut hubungan sintaktik atau fungsi gramatikal. Kata Tutik menjadi fungsi subjek, kata anaknya menduduki fungsi objek.
- Tingkat posisional di mana konstituen dibentuk dan afiksasi dilakukan
Pada tingkat pemrosesan posisional, diurutkan
pada bentuk leksikal untuk ujaran yang akan di keluarkan. Pengaturan ini bukan
berdasarkan pada jajaran yang linier, tetapi pada kesatuan makna yang hierarkis
pada contoh kalimat Tuti sedang menyuapi
anaknya. kata sedang bertautan
dengan menyuapi. Begitu juga dengan –nya bertautan dengan anak. Setelah pengaturan selesai, diproseslah afiksasi yang
relevan, contohnya pada verba suap harus
ditambah dengan sufiks –i.
- Tingkat fonologi, di mana struktur fonologi ujaran itu diwujudkan. Pada tingkat terakhir, yaitu tingkat fonologi, menerapkan aturan fonotatik bahasa yang bersangkutan. Kata Tutik mengikuti aturan fonotatik bahasa Indonesia. Namun Ketuiek tidak. proses fonologis ini tidak sederhana karena tersangkut proses biologis dan neurologis.
2.2. Rincian Produksi Ujaran
- Perencanaan Produksi Wacana
Pada umumnya wacana
dibagi menjadi dua yaitu dialog dan monolog. Perbedaan pada dua wacana ini
terletak pada ada tidaknya interaksi antara pembicara dengan pendengar. Dalam
dialog paling tidak terdapat dua pelaku yakni yang bicara dengan yang diajak
bicara, interlokutornya. Dalam wacana monolog hanya ada satu pelaku, kalau
wacana itu lisan, hanyaada satu pembicara, kalau wacana itu tulis, hanya
penulis sebagai pelakunya. Baik dialog atau monolog mempunyai aturan yang rumit
umumnya diikuti orang, meskipun belum tentu dengan sadar.
a) Wacana
Dialog
Dalam proses wacana
dialog terdapat empat unsur yaitu:
(a) Personalia,
pada unsur personalia minimal harus ada dua partisipan, yakni pembicara dan
interlokutor (orang yang diajak bicaara). Tidak mustahil pula adanya pendengar
(side participants), yakni orang lain yang bisa juga ikut serta dalam
pembicaraan itu. di samping itu, personalia juga dapat mencakup Ibystanders,
yakni partisipan yang mempunyai akses
terhadap apa yang dibicarakan oleh pembicara dan interlokutor dan kehadiranya
diakui. Terakhir adalah penguping, yakni partisipan yang juga mempunyai akses
terhadap percakapan itu tetapi kehadiranya tidak diakui-artinya bisa saja dia
ada di kamar sebelah tetapi mendengar percakapan tersebut.
b) Latar
bersama, merujuk padaa anggapan bahwa pembicara maupun interlokutornya
sama-sama memiliki prasuposisi dan pengetahuan yang sama. Kesamaan dalam
pengetahuan inilah yang dinamakan latar bersama.
BAB 3 PENUTUP
3.1. Simpulan
1.
Dalam meroduksi ujaran memerlukan mental
yang rinci dari tingkat wacana sampai pada pelaksanaan artikulasinya.
2.
Aspek di dalam memroduksi ujaran yaitu
asumsi tentang pengetahuan interlokutor dan prisip kooperatf.
3.
Rincian produksi ujaran terdiri atas
tiga bagian yaitu perencanaan produksi wacana, kalimat dan konstituen.
4.
Perencanan produksi wacana terdiri atas
wacana dialog dan wacana monolog.
5.
Perencanaan produksi kalimat terdisi
atas muatan proposional, muatan ilokusioner dan struktur tematik.
6.
Dalam produksi ujaran harus memahami
hubungan antara komprehensi-produksi
3.2. Saran
Kami selaku penulis makalah menyarankan pada pembaca agar
pembaca benar-benar memahami apa yang dimaksud dengan produksi ujaran, baik
dari langkah-langkah umum memroduksi ujaran, rincian produksi ujaran dan hubungan
antara komrehensi-produksi. Sebab, semakin paham kita dalam memroduksi ujaran
maka semakin baik kita dalam memroduksi ujaran dan akan semakin baik pula
ujaran yang kita hasilkan. Demikian saran yang dapat kami berikan.
Daftar
Pustaka
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2010. Psiko Linguistik
Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Unika Atma Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar