Tinkerbell INFORMASI DARIKU: Analisis Gaya Bahasa Puisi
SEMOGA BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA AAMIIN

Kamis, 27 Maret 2014

Analisis Gaya Bahasa Puisi


Sesat
Oleh Ekky Gurin Andika

Hujan hari ini terlalu pagi
Melecehkan jalan setapak di pesisir pantai
Meriuhkan suasana kelam yang sempat datang
Tumpah melimpah bergenang sebatas mata kaki
Hajat menyantap dalam angan bocah pupuslah sudah

Memang tak terkayuh langkah itu lagi
Gontai membopong badan yang mulai kuyup
Bersengokol di bibir sembilu telah membiru
Membentang telapak menumpang iba para pembantu

Mengapa ia tak hendak pergi atau tersesat juga di bumi
Seperti aku
Sudah lama memilih
Mati tak pula menuhankan diri
Pergi sajalah

Sebelum petang menyingsing malu
Bersembunyi menyedap-nyedap bias yang samar
Menampung secanang logam di celah tingkap para saudagar
Atau sisa pewaris, memendap di kerapuhan saku yang pengap
Sebab engkau begitu
Sebab pula aku begini
Hingga kita sama tak peduli

Analisis gaya bahasa dalam puisi “Sesat” karya Ekky Gurin Andika
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Setiap sastrawan selalu menggunakan gaya bahasa yang berbeda dengan sastrawan lain dalam menyampaikan maksud atau tujuan melalui karyanya baik berupa prosa fiksi mau pun drama. Berikut analisis gaya bahasa dalam puisi “Sesat” karya Ekky Gurin Andika.
Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi “Sesat” karya Ekky Gurin andika yaitu”
  1. Gaya Bahasa Personifikasi.
Gaya bahasa atau majas personifikasi adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup. Gaya bahasa ini ditunjukan pada bait pertama puisi “Sesat” yaitu
Hujan hari ini terlalu pagi
Melecehkan jalan setapak di pesisir pantai
Meriuhkan suasana kelam yang sempat datang
Tumpah melimpah bergenang sebatas mata kaki
Pada bait pertama ini menyatakan Hujan seolah-olah hidup dan berperan sebagai penghancur yang datang terlalu cepat pada baris pertama hujan hari ini terlalu pagi, diperjelas dalam baris kedua  Melecehkan jalan setapak di pesisir pantai  yang menyatakan Hujan merusak sebidang jalan yang berpasir di pantai. Baris ke tiga  meriuhkan suasana kelam yang sempat datang menjelaskan Hujan membuat suasana suram dan gelap menjadi sangat ramai. Baris ke empat tumpah melimpah bergenang sebatas mata kaki menjelaskan bahwa Hujan menyebabkan datang bencana (banjir), dan baris ke lima hajat menyantap dalam angan bocah pupuslah sudah menjelaskan bahwa banjir menyebabkan anak-anak kehilangan harapan untuk meraih keinginanya.
Kesimpulan pada bait pertama puisi “Sesat” karsa Ekky Gurin Andika adalah menggunakan gaya bahasa personifikasi dengan Hujan yang diperankan sebagai manusia yang menghancurkan alam dan harapan anak-anak.
Gaya bahasa personifikasi juga terdapat pada bait ke empat baris pertama dan ke dua. Pada baris pertama bait ke tiga ini  yang dianggap sebagai manusia adalah petang  yang menyingsing atau menggulung atau menutup rasa malu. Pada baris ke dua bait empat yang dianggap sebagai manusia adalah bias yang samar mengendap-endap karena bersembunyi.
  1. Gaya Bahasa kiasmus
Gaya bahasa kiasmus adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Gaya bahasa kiasmus dalam puisi “Sesat” ini ditunjukan pada bait ke dua baris satu
Memang tak terkayuh langkah itu lagi
Pada bait kedua baris pertama ini menerangkan bahwa seseorang merendahkan dirinya dengan pernyataan merasa tidak mampu untuk menggapai harapan.
  1. Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang memberikan pernyataan berlebih-lebihan. Gaya bahasa hiperbola dalam puisi “Sesat” ditujukan pada bait kedua baris kedua

Gontai membopong badan yang mulai kuyup
Pada bait kedua baris kedua tersebut menyatakan hal yang berlebihan yaitu seseorang lambat atau terhuyung-huyung  mengangakat atau lebih tepatnya menggerakan tubuhnya yang lembab dan basah, hal ini bertentangan dengan yang sebenarya yaitu seseorang pasti bisa menggerakan tubunya yang lembab dan basah tanpa harus terhuyung-huyung.
  1. Gaya Bahasa Tropen
Gaya bahasa tropen adalah gaya bahasa yang menggunakan kiasan dengan kata atau istilah lain terhadap pekerjaan yang dilakukan seseorang. Gaya bahasa tropen dalam puisi ini ditunjukan pada bait ke dua baris tiga dan empat. Baris ke tiga berbunyi
Bersengokol di bibir sembilu telah membiru
Baris ke tiga ini menggunakan gaya bahasa tropen berupa kiasan dengan kata bersengokoldi bermakna meringkuk, dibibir sembilu bermakna di tepi yang tajam atau di ujung tanduk, dan telah membiru bermakna menjadi legam atau kebiasaan. Jadi pada baik ke dua baris ke tiga menyatakan seseorang telah terbiasa hidup dalam kepedihan.
            Gaya bahasa tropen pada bait ke dua baris ke empat dan ke lima berbunyi
Membentang telapak menampung iba para pembantu
Di tandai dengan kata membentang telapak berarti meminta, menampung iba para pembantu artinya menerima belas kasihan orang yang menolong. Jadi pada bait ke dua baris ke empat menyatakan pekerjaan seseorang sebagai peminta-minta atau pengemis yang mengharapkan bantuan dari orang lain.
Gaya bahasa tropen juga terdapat pada bait ke empat baris ke tiga
Menampung secanang logam di celah tingkap para saudagar
Atau sisa pewaris, memendap di kerapuhan saku yang pengap
Di tandai dengan kata menampung yang menegaskan pernyataan pekerjaan seseorang pada bait terdahulu  yaitu seseorang bekerja sebagai peminta-minta yang menerima uang logam di antara jendela orang-orang kaya. Dipertegas lagi pada baris kelima yaitu menerima uang logam dari ahli waris dari orang kaya tersebut.
  1. Gaya Bahasa Polisidenton
Gaya bahasa polisidenton adalah gaya bahasa yang menyebutkan secara berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung. Pada puisi “Sesat” ini gaya bahasa polisidenton ditunjukan pada bait ke tiga baris pertama
berbunyi
Mengapa ia tak hendak pergi atau tersesat juga di bumi
Pada baris ke tiga ini ditandai dengan kata penghubung atau. baris ini merupakan dua pertanyaan yang digabungkan dengan kata penghubung atau.
  1. Gaya Bahasa Anastrof
Gaya bahasa anastrof adalah gaya bahasa yang dalam pengungkapannya predikat kalimat mendahului subejeknya karena lebih diutamakan. Pada puisi “Sesat” ini ditunjukan pada bait ke tiga baris dua sampai dengan baris ke lima.
Mengapa ia tak hendak pergi atau tersesat juga di bumi
Seperti aku
Sudah lama memilih
Mati tak pula menuhankan diri
Pergi sajalah

Pada baris dua merupakan kalimat yang hanya terdiri atas unsur peredikat dari golongan kata preposisi+nomina (seperti+aku)  atau frasa nomina subordinatif. Pada baris ke tiga terdiri atas unsur predikat dari golongan kata adverbia+verbal (sudah lama+memilih) atau frase verbal subordinatif. Sedangkan pada baris ke empat terdiri atas unsur predikat+pelengkap (mati+ tak pula menuhankan diri), dan pada baris ke lima kanya terdiri atas unsur predikat golongan kata verbal.

7. Gaya Bahasa Tautotes
Gaya bahasa tautotes adalah gaya bahasa berupa repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi. Gaya bahasa tautotes pada puisi “Sesat” ini ditunjukan pada bait ke empat baris ke lima sampai dengan ke tujuh di tandai dengan pengulangan kata sebab, yaitu
Sebab engkau begitu
Sebab pula aku begini
Hingga kita sama tak peduli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar